Gimana isi blog ini ?

Minggu, 13 Juni 2010

Mengenal Sejarah Propaganda Anti Tembakau

Apa yang kita ingat setiap tanggal 31 Mei ? Apakah itu hari ulang tahun orang-orang tersayang? Atau ingatkah Anda tentang Hari Anti Tembakau yang mulai tahun 1980 mulai gencar dipublikasikan? Berita-berita di media massa dengan judul  Menkes: Jangan Merokok Setiap 31 Mei; Hari Anti Tembakau, Mahasiswa Bagikan Bunga, atau Depkes Gelar Aksi Simpatik Peringati Hari Anti Tembakau Sedunia, selalu menghiasi kolom surat kabar atau tayangan video berita di Televisi setiap tanggal 31 Mei. 


Saya pun mulai mengenal Peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia ini ketika saya sudah mulai membaca majalah Gadis, yang saat itu memberikan hadiah berupa kalender. Di kalender itu, terdapat beberapa hari peringatan sebuah peristiwa atau agenda yang disepakati secara internasional, salah satunya yaitu Hari Anti Tembakau Sedunia. Hal ini terbukti bahwa kampanye hari anti tembakau sedunia sudah menyebar secara luas dan tidak terbatas. Orang-orang dari segala umur mulai mendukung aksi kampanye ini melalui berbagai cara. Anak-anak pun mulai mendukung aksi ibunya untuk meminta ayahnya berhenti merokok. Ibu itu bahkan rela membelikan sejumlah obat ke klinik konsultasi pecandu rokok agar suaminya bisa membiasakan diri jauh dari ketergantungan terhadap hasil olahan tembakau itu. 



Beberapa waktu yang lalu, kita juga sempat digemparkan oleh sebuah fatwa dari MUI,yang menyebutkan bahwa merokok itu haram hukumnya. Alasan MUI mengeluarkan fatwa ini yaitu karena merokok dinilai hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Tetapi, pantaskah MUI secara sepihak membuat fatwa tersebut sedangkan banyak anggotanya yang juga masih merokok dan bahkan pecandu rokok? Pihak-pihak dari kedokteran dan farmasi ternyata juga mempunyai cara tersendiri untuk membantu kampanye anti tembakau ini. Mereka seringkali mengeluarkan pernyataan-pernyataan tentang bahaya rokok atau tembakau bagi kesehatan manusia. Sejumlah acara yang bertemakan kesehatan didukung penyelenggarannya dengan sekaligus mengkampanyekan anti tembakau ini. Beberapa kota di Indonesia pun sudah mulai membuat regulasi tentang kawasan anti rokok berupa Peraturan Daerah . Diantaranya yaitu,  Palembang, DKI Jakarta, Bogor, Surabaya, Padang Panjang Sedangkan provinsi yang telah mensosialisasikan dan merencanakan KTR adalah Sumatra selatan, Sumatra Barat, Bali, Kalimanatn Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Jawa Timur, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. 






Kampanye dunia tentang anti tembakau dan olahan tembakau ini sebenarnya punya sejarah yang cukup panjang. Segala sesuatu pasti mempunyai latar belakang, serta maksud dan tujuan , bukan? Nah, ketika kita telah mengetahui tentang sejumlah kampanye anti tembakau di seluruh belahan dunia, sudahkah kita menyadari tentang maksud dan kajian-kajian lebih dalam mengenai kampanye ini?



Nicotine War : Perang Nikotin dan Perang Pedagang Obat


Menurut buku karangan Wanda Hamilton (seorang mantan jurnalis, penulis, administrator kelompok kemanusiaan, dan pensiunan akademisi) yang berjudul Nicotine War (terbit Mei 2010), serangkaian aktivitas kampanye mengenai anti tembakau di dunia ini sebenarnya telah dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis bagi perusahaan-perusahaan farmasi besar di dunia.



Awal perkembangan kampanye perilaku anti tembakau dan rokok ini berasal dari pengembangan produk nikotin “alternatif” yang dilakukan oleh para ilmuwan Pharmacia (perusahaan farmasi multinasional terkemuka), sejak 1962. Pharmacia memang merupakan perusahaan farmasi pertama yang mengahasilkan produk untuk terapi penggantian nikotin. Perusahaan ini mengembangkan permen karet nikotin sejak 1971. Kesuksesan penemuan ini akhirnya mendorong perusahaan farmasi lain untuk menemukan nikotin alternatif. Hingga awal 1980-an, perkembangan itu terus meningkat dan dipasarkan secara bebas serta atas resep dokter.


Namun, peristiwa terpenting yang mengubah produk-produk pembantu berhenti merokok yang relatif tidak efektif itu menjadi emas murni adalah laporan Surgeon General C. Everett Koop tahun 1988, “Dampak Kesehatan Merokok : Kecanduan Nikotin.” Sebelum terbitnya laporan ini, seluruh laporan sebelumnya dari Surgeon General mencirikan nikotin dalam tembakau sebagai “mendorong kebiasaan” (habituating). Sedangkan laporan tahun 1988 itu secara efektif mengubah definisi ketagihan (addiction) sehingga mencakup nikotin dalam produk-produk tembakau. Dengan demikian , “kebiasaaan” merokok berubah menjadi suatu “ketagihan” yang perlu “ditangani” oleh ahli terapi perilaku dan dengan sarana obat-obatan yang membantu berhenti merokok. (Wanda Hamilton, 2010:4)
Itulah mengapa perusahaan farmasi tersebut gencar untuk membuat penemuan untuk mengendalikan produk-produk tembakau. Mereka berhasil menggaet lembaga-lembaga kesehatan publik, bahkan WHO.


Berikut ini adalah upaya yang dilakukan para pedagang obat (perusahaan farmasi) dalam menjalin kerjasama dengan lembaga kesehatan publik untuk program anti tembakau :
  1. Menaikkan pajak tembakau sehingga harga produk-produk lebih kompetitif dibandingkan produk tembakau.
  2. Melekatkan cap jahat terhadap industri tembakau dan melarang iklan produk-produk mereka.
  3. Memberlakukan larangan merokok untuk memaksa para perokok agar berusaha berhenti merokok dengan menggunakan produk-produk farmasi atau memakai produk-produk pengganti nikotin sebagai penyulih di saat mereka tak dapat merokok.
  4. Mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan nikotin.
  5. Mempromosikan rangkaian penanganan lengkap bagi kecanduan nikotin melalui asuransi kesehatan negeri maupun swasta. (Wanda Hamilton , 2010 : 6)


Lalu, mengapa nikotin yang terdapat dalam tembakau itu dilarang untuk diolah menjadi rokok tetapi kemudian diolah menjadi nikotin alternatif yang diduga berhasil sebagai saran bantu berhenti merokok maupun obat untuk aneka penyakit. Menurut Jack Henningfeld (ahli farmakologi, konsultan untuk Smithkline Beecham), Nikotin adalah zat kimiawi yang mencengangkan.




Sedangkan pernyataan yang cukup membuat kita tercengang yaitu, menurut John Josselyn tentang pemanfaatan tembakau sebagai obat, tembakau ternyata dapat melancarkan pencernaan, meringankan encok, sakit gigi, mencegah infeksi melalui bau-bauan. Tembakau menghangatkan yang kedinginan, sekaligus menyejukkan mereka yang berkeringat , menimbulkan rasa kenyang bagi yang kelaparan, memulihkan semangat yang loyo, mencegah nafsu makan, membunuh kutu rambut dan telurnya. Tumbukan daun hijaunya , meski beracun menyembuhkan luka akibat sakit gangren. Tembakau juga bisa dibikin sirup untuk aneka penyakit; dijadikan asap untuk sakit tuberkolosis, batuk paru-paru; diupakan untuk sakit rematik, dan semua penyakit akibat hawa dingin dan lembab; bagus untuk badan yang terkena dingin dan lembab dengan meletakkannya di atas perut kosong; jika ditaruh di atas perut kenyang, ia melancarkan pencernaan.
Industri farmasi tentu melihat hal tersebut sebagai sebuah peluang bisnis yang amat sangat menggiurkan. Bahkan anggapan yang mereka yakini sampai saat ini yaitu, dengan bisnis nikotin alternatif ini, tidak hanya gerakan anti tembakau saja yang akan mereka kuasaim, tetapi juga gerakan untuk bidang kesehatan yang lain. Dengan begitu, mereka akan terus memasarkan produk-produk andalannya, dan terus menekan bahan-bahan alamiah yang mereka anggap sebagai sumber penyakit, seperti tembakau. (PA/110080043)

Ditulis oleh Putri Adityowati
dari buku Nicotine War:
Penulis           : Wanda Hamilton
Penerjemah    : Sigit Djatmiko
INSISTPress, Yogyakarta.


Sumber gambar :
http://ksupointer.com/wp-content/uploads/2009/06/Industri-Rokok.jpg
http://septaryanhidayat.files.wordpress.com/2009/04/smoking1.jpg

8 komentar:

Bob Singadikrama mengatakan...

Jahatan mana perusahaan Rokok sama Freeport, Cevron, dkk?

Anonim mengatakan...

lead nya ga menarik untuk isi yang berbobot. coba lebih bercerita lagi. ini kritik dengan saran.

D.D

Ucha.Disini mengatakan...

fontnya kecil banget... hmmm.. atau mungkin karena mata saya yang minus 3 heee...

yah... perang terhadap produk tembakau memang cukup terdengar gaungnya namun sayang tak sekeras propaganda penggunaan tembakau itu sendiri (baca: Iklan Rokok).

Well....
kalau saya mah lebih memilih propaganda menempatkan pengguna tembakau pada tempatnya (baca: menyadarkan perokok untuk tidak merokok sembarangan!) daripada propaganda anti tembakau yang (buat saya) nyaris seperti angin lalu...

dina agustina suardi mengatakan...

iya menurut aku juga kayanya lebih baik bikin propaganda untuk memberi pengetahuan dan kesadaran sama perokok aktif buat lebih merhatiin perokok pasif, dengan merokok pada tempatnya dan jangan di tempat2 umum, jadi ga ada yang dirugikan bukan :))

Anonim mengatakan...

fontnya terlalu kecil.

Semar mengatakan...

Kok perasaan yg dibahas terlalu lompat-lompat ya, alurnya krg runtut..

Kalo ngomentarin isi mah podho kr bang Bob aja, ujung2nya nyeret mslh pengangguran dkk yg notabene sudut pandangnya jelas beda.
(kebiasaan jelek org Ind, waton disambung2kan walaupun beda perspektif, asal bisa untuk membela diri, hehe)

Anonim mengatakan...

ehhmm,, agak kurang update yah say,, kenapa baru diposin bulan juni?? background/layoutnya simpel n agak kurang warna,,
so far so good,, apalagi yg info rumah baca buku sunda,, ternyata ada yah,,
makasih infonya!! semangat!!

eka misrah misruh mengatakan...

ehhmm,, agak kurang update yah say,, kenapa baru diposin bulan juni?? background/layoutnya simpel n agak kurang warna,,
so far so good,, apalagi yg info rumah baca buku sunda,, ternyata ada yah,,
makasih infonya!! semangat!!